Senin, 07 Desember 2009

Kangen Jusuf ''Solusi'' Kalla

10 NOVEMBER lalu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar meminta maaf kepada rakyat karena PLN gagal menyediakan pasokan listrik. Pemerintah berjanji, pasokan listrik di Jakarta akan pulih minggu ketiga Desember. Menanggapi laporan para menterinya, Wakil Presiden Boediono meminta departemen dan kementerian mempersiapkan pasokan listrik dalam jangka panjang.

Pemadaman listrik bergilir lebih parah pernah terjadi Juli 2008. Tidak hanya menimpa kawasan permukiman di Jakarta, tapi juga kawasan industri di sekitar Jakarta. Puluhan pengusaha Jepang langsung memprotes Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mereka mengancam akan memindahkan pabriknya ke Tiongkok bila pemerintah gagal menjamin stabilitas pasokan listrik.

Menanggapi ancaman pengusaha Jepang, Wakil Presiden Jusuf Kalla bergeming. Dia meminta pengusaha bertahan dengan mengatakan bahwa Tiongkok pun pernah mengalami kekurangan pasokan listrik sebelum proyek-proyek pembangkitnya selesai dibangun. Dia berjanji pemadaman bergilir akan berakhir dalam sepekan.

Setelah berhasil meyakinkan pengusaha Jepang, Kalla segera mengeluarkan maklumat.

  1. Kantor pemerintah diperintahkan tutup sebelum pukul 17.00.
  2. Lampu-lampu kantor dan reklame juga wajib dipadamkan.
  3. Pendingin ruangan wajib disetel pada suhu 25 derajat Celsius.
  4. Pengusaha juga diimbau bergiliran bekerja dengan memaksimalkan pekerjaan pada Sabtu-Minggu, ketika beban puncak kebutuhan listrik berkurang.

Hasilnya, pemadaman bergilir langsung berhenti dua hari kemudian.

Sejumlah orang dekatnya mengatakan, solusi adalah nama tengah Kalla. Sejumlah menteri pun mengakui ide-ide orisinal dan out of the box Kalla yang muncul begitu cepat dalam merespons persoalan pelik. Ketika orang lain berpikir untuk swasembada harus dilakukan dengan menambah luasan lahan, Kalla justru memerintahkan distribusi bibit unggul secara gratis.

Ketika Departemen Pertanian menyodorkan proposal program peningkatan teknologi pascapanen, Kalla justru memerintahkan agar membagikan terpal plastik sebagai alas pengolahan pascapanen di sawah. ‘’Kalau setiap hektare ada satu kilogram gabah yang hilang ketika dipanen, ada 2 juta ton yang hilang setiap musim panen. Itu artinya tidak perlu impor beras,‘’ katanya.

Ketika Bank Century kolaps, Gubernur BI Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati segera meminta pemerintah memberikan penjaminan penuh ( blanket guarantee ) dana nasabah Bank Century. Usul itu ditolak Kalla. Wapres langsung menelepon Kapolri, memerintahkan agar pemilik Century Robert Tantular ditahan. Tiga jam kemudian, Kapolri melapor bahwa Robert sudah ditahan serta dana Rp 12 triliun yang dilarikan ke luar negeri dibekukan dan dalam proses repratriasi ke Indonesia. ‘’Untung saja waktu itu punya Wapres Jusuf Kalla yang tegas menolak pengucuran bailout,‘’ tegas anggota FPDIP DPR Gayus Lumbuun di gedung DPR kemarin (12/11).

Tak heran, ketika Polri dan KPK berseteru soal kasus Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah, banyak orang yang kangen dengan solusi ala Jusuf Kalla. Kasus itu diyakini tak akan berlarut-larut bila Kalla masih ada di dalam pemerintah.

Meski tak banyak terdengar, kiprah Kalla dalam mendamaikan konflik terbuka antarlembaga tinggi negara sudah banyak teruji. Konflik terbuka antara Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan tentang audit biaya perkara yang terancam berujung ke proses pidana —Ketua BPK Anwar Nasution sudah melaporkan Ketua MA (ketika itu) Bagir Manan ke Mabes Polri— dapat diselesaikan dengan mediasi Kalla.

Seorang staf Kalla menuturkan, ketika kasus tersebut mulai bergulir ke penyelesaian melalui jalur pengadilan, Kalla segera mengontak Anwar Nasution untuk menawarkan penyelesaian di luar jalur pengadilan. Pada saat yang sama, Kalla pun segera mengontak Bagir Manan. Upaya perdamaian dapat mulus berjalan karena Kalla menggunakan pendekatan melalui jalur HMI. Baik Anwar, Bagir, maupun Kalla ternyata sama-sama pernah bergiat di HMI. Tak heran bila kedua tokoh yang sama-sama keras itu melunak.

Setelah kedua pihak setuju menempuh jalur non pengadilan, proses perdamaian formal selanjutnya diambil alih Presiden SBY dengan mengundang kedua tokoh bertemu di Istana Merdeka. Setelah pertemuan, laporan Anwar ke Mabes Polri dicabut, MA melunak soal audit biaya perkara, dan Presiden SBY mendapat pujian karena dianggap mampu menyelesaikan konflik itu ‘‘secara adat’‘.

Kalla tak hanya sekali memberikan solusi soal hukum. Beberapa waktu lalu, Kalla mendapat telepon dari Kepala BKPM Muhammad Luthfi. Dia mengeluhkan ada dua investor asal Singapura yang ditahan di Kepulauan Riau karena tertangkap tangan berjudi kecil-kecilan. Tiga bulan lamanya kasus itu mengendap di meja polisi dan kejaksaan, sementara proyek dan ratusan pegawainya terbengkalai.

Sambil menahan murka, malam itu juga Kalla menelepon Kapolda dan Kajati Kepulauan Riau. Dia meminta agar kasus tersebut diprioritaskan untuk diselesaikan. Dua hari kemudian, kasus itu disidangkan dan dua investor tersebut dibebaskan karena masa penahanannya tepat dengan vonis hakim. Kasus itu sempat menjadi berita yang sangat menonjol di koran terbesar di Singapura, The Straits Times. Kalla mendapatkan julukan Mr Quick Fix dari koran yang diterbitkan Singapore Press Holdings itu.

Rasa kangen kepada Kalla tak hanya dirasakan masyarakat. Puluhan wartawan yang ngepos di Istana Wakil Presiden pun merasa kehilangan salah seorang narasumber terbaik. Kebijakan Wapres Boediono yang membatasi akses informasi dengan sangat selektif menerima tamu maupun menjadi pembicara di forum-forum publik membuat wartawan mati kutu. Bila pada masa Kalla wartawan di Istana Wapres dimanjakan dengan tiga-empat kali rapat sehari, yang setiap rapat selalu menghasilkan keputusan penting, sekarang dua kali sepekan pun sudah dianggap berkah.

Wartawan Istana Wapres yang biasanya mengandalkan press briefing setiap Jumat untuk mencecar soal isu-isu terkini dan mempertanyakan kebijakan-kebijakan pemerintah kini banyak bengong. Menunggu-nunggu Wapres Boediono memberikan keterangan tentang satu-dua isu ekonomi, kadang kala.


Catatan : Ibnu Yunianto , dimuat Jawapos edisi Minggu 15 November 2009.


Rindu pemimpin seperti beliau,, lugas, tegas, cepat!